Sunday, July 06, 2008

from temple to platue


{nirwana} 5 juli 2008

liburan ini, sekeluarga merencanakan pergi ke jogja dan jawa tengah melalui jalur darat. semua sudah siap di tempat duduknya masing-masing termasuk si kecil, zidan, nyaris setaon akhir bulan ini. perjalanan sempat terhambat di tol cikampek yang konsisten macet. rencana perjalanan adalah untuk menyambangi jogja dan dieng, awalnya kita akan melalui tegal, purwokerto dan ke jogja, di perjalanan pulang menyambangi dieng. karena kemacetan di tol cikampek, perjalanan sedikit berubah - kita langsung ke arah semarang, jalur yang cukup kenal dibandingkan jalur purwokerto untuk perjalanan malam.

pagi hari kita menuju ambarawa dan sempat mampir di musium kereta api, sayang kita tidak bisa menaiki kereta legendaris yang memutar dengan jalur menanjak yang bergerigi karena datang bukan dalam rombongan. setelah sempat berfoto ria dari berbagai macam lokomotif kereta api, kita meninggalkan ambarawa menuju magelang ke borobudur.


kemacetan sudah terasa dari semarang ke magelang dengan sejenak kelancaran sebelum kembali terkena kemacetan. kemacetan terparah terjadi ketika memasuki magelang dan ketika keluar dari magelang menuju jogjakarta.

kita sampai di borobudur menjelang sore dan berada di sana sekitar satu jam menjelang tutup. rencana awal, kita ingin melihat borobudur pada saat sunrise dan berencana menginap disekitar borobudur, tetapi setelah selama satu jam mengelilingi borobudur dan berpose di candi terbesar di dunia ini, niat itu diurungkan apalagi untuk melihat sunrise itu kita harus merogoh kocek 17$ per orang atau kalow lewat pintu belakang 50ribu (damn, orang indonesia memang benar-benar "business man" yang "ulung", setiap kesempatan pasti ada jalan "keluar"nya dengan jalur yang menyimpang).

menjelang isya' kita akhirnya sampe ke malioboro, tujuan pertama kita adalah mencari hotel di kawasan itu. hotel ibis adalah tujuan utama dengan harap-harap cemas, terlebih bersama keluarga datang tanpa reservasi dan pas hari libur lagi. alhadulillah, tersisa satu kamar untuk keluarga kita di suite room - aman untuk menginap beberapa hari di jogja.

setelah memindahkan barang bawaan ke kamar 212, kita bersiap untuk menelusuri jejak di malioboro untuk mengganjal perut. aku mencoba burung dara yang ada di menu, setelah beberapa saat ternyata sudah habis atau memang tidak ada. akhirnya mencoba gudeg, yang ternyata gudeg-gudegan yang belum lunak, manis dan matang. selesai dari sana, dua tukang becak menawarkan jasanya untuk keliling jogja ke keraton dan beberapa tempat dengan harga 5ribu satu becaknya (satu jam perjalanan). wow, murah sekali dan rada nggak manusiawi. anak-anak antusias ingin mencobanya, dan kita keliling jogja dengan ekonomis dan eco-friendly. kalow teratur, kenapa harus digusur moda transportasi ini - sepertinya becak akan tetap menjadi moda transportasi jogja dengan kesantunan dari tukang becaknya.

di sepanjang malioboro, sejenak penelusuran ke gang-gang disekitar malioboro, sebenarnya terdapat penginapan yang cukup murah dan sepertinya cocok untuk back packer yang senantiasa hidup sepanjang hari.

hari berikutnya, kita kembali mengelilingi jogja dengan becak ke beberapa tempat dan perbelanjaan, dengan sebelumnya mengisi perut di gudeg wijilan yang ternama. dari ke dagadu, batik dan ke rumah yang empunya outlet batik sampai ke lukisan batik di gang menuju taman sari. akhirnya kita tidak ke taman sari, karena cuaca yang cukup panas dan hanya menuju ke kraton dan kembali ke hotel.

hari kedua di jogja kita berencana meninggalkan hotel menuju ke candi prambanan dan langsung ke dieng. syukur prambanan sudah dibuka untuk umum, kita sempat mencicipi pecel di halaman prambanan, kembali dengan harga yang cukup murah. cuaca yang panas membuat kita hanya sejenak di sana, karena oki menginginkan segera menuju ke dieng yang dingin.

dari jogja, kita menelusuri jalan ke arah magelang kemudian menuju ke arah purworejo dan mengikuti jalan kecil ke arah wonosobo. jalan berkelok selama lebih dari empat jam sebelum akhirnya kita sampai ke dieng. cukup melelahkan dan berpacu jantung untuk sampai sebelum sore hari. ada beberapa retribusi yang harus dibayar sebelum memasuki kawasan dieng, mungkin karena kita menggunakan mobil dengan plat jakarta. karena kita sempat mampir di perkebunan teh tambi, setelah melihat acara di trans TV, tetapi mirip dengan di kawasan puncak dan akhirnya memilih lanjut ke dieng.

di kawasan dieng ada beberapa objek wisata, adalah telaga warna dan telaga pengilon yang merupakan tujuan pertama. kawasannya cukup asri dan terawat bersih, bahkan ada sebuah pohon tumbang di telaga warna yang bagus untuk tempat pose. kemudian kita menuju kawasan kawah sikidang dan teman-temannya. bau belerang yang menusuk membuat oki muntah, tapi tetap melanjutkan perjalanan menuju kawah yang cukup besar. selanjutnya kita menuju dieng plateu dengan sekumpulan candinya yang cukup terawat.

kita bermalam dipenginapan sederhana dan merasakan ritual harian kehidupan masyarakat dieng yang berkumpul di depan tungku untuk sekedar menghangatkan badan. yang jelas, semua setuju untuk tidak mandi sore atau pagi harinya.

kami meninggalkan penginapan menuju ke "sumur" yang ternyata hanya bekas kawah mati. di sepanjang jalan kita mendapati pipa panas bumi yang menyatu dengan perkebunan sayur. dibanding menuju ke arah purwokerto, kita memilih "jalan pintas" ke pekalongan karena lokasi "sumur" searah perjalanan ke pekalongan, keputusan yang akhirnya cukup merepotkan, karena sepanjang 10km perjalanan kondisi jalan cukup parah.

di perjalanan pulang, kita "menyempatkan" mampir ke guci. bertiga menyempatkan naik kuda mengelilingi kawasan dibandingkan berendam di air panas. sekembalinya dari naik kuda, perjalanan diakhiri dan langsung menuju ke arah pulang

No comments: