Tuesday, April 12, 2005

My Indonesia: Jika Aku Presiden – Gaji dan GNP

Apr 12 – [Nirwana] Adakah hubungan gaji Presiden atau pejabat dengan GNP? Tidak ada. Aku mulai tergelitik ketika dari Presiden atau pejabat rebutan untuk menentukan gaji atau pesangon yang harus diterima. Sedangkan pendapatan buruh hanya naik puluhan ribu saja.

Bagaimana seorang presiden yang hanya berkuasa bilangan bulan menetukan rumah puluhan milyar sebagai pesangon – dimana pusat ke“malu”annya, dimana rasa empati terhadap rakyatnya.

Seharusnya, penggajian aparat negara atau pejabat negara adalah fungsi dari nilai gaji rakyatnya, bukan berdasarkan nilai kebutuhan ybs. Sehingga, pejabat negara akan dipacu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang akan berdampak dengan penggajian mereka, dengan bekerja lebih baik lagi. Pejabat negara mungkin akan berhubungan dengan nilai GNP sedangkan Pejabat provinsi atau dibawahnya akan berhubungan dengan UMR. Misalnya, daftar berikut akan memberi gambaran lebih jelas lagi:

• Presiden 100 x GNP
• Wakil Presiden 80% dari upah Presiden
• Menteri Anu 60% dari upah Presiden
• …
• Gubernur Jakarta 50 x UMR
• Gubernur Jawa Timur 70 x UMR (…karena wilayahnya dan kompleksitas lebih besar dibanding Jakarta)
• Wakil Gubernur 80% dari upah gubernur

Dan diluar upah, tidak adalagi benefit terselubung, semisal uang baju, dsb.

Sebagai rakyat, anda setuju dengan “menu” penggajian ini?

My Indonesia: Jika Aku Presiden – the Cruel meet the Soft

Apr 12 – [Tanjung Barat] Presiden, dan juga semua jabatan publik, adalah sesuatu yang akan dituntut di dunia kini dan di akhirat nanti. Sebagai seorang presiden, aku haruslah berperilaku untuk menyelamatkan jutaan rakyat dari neraka dunia kini dan menyelamatkan diriku dari neraka akhirat nanti. Sedangkan dunia yang harus aku hadapi, bukanlah sesuatu yang seragam – serba hitam ataupun serba putih, tetapi merupakan sebuah gradasi warna dan menyelesaikan tidak dapat dengan menggunakan satu warna.

Masalah di Indonesia adalah masalah kronis yang merakyat – dan sesungguhnya sumber dari segala masalah adalah dengan dicabutnya “rasa empati” dalam diri pemimpin sampai rakyat jelata. Bagaimana seorang presiden dari negara miskin mendapatkan fasilitas kendaraan sekelas ribuan gaji buruh, presiden yang pelesir ke luar negeri sementara rakyat saling bunuh-tikam di Kalimantan, seorang pejabat memeriksakan kesehatan ke negara jiran yang mungkin bernilai budget kesehatan seumur hidup untuk ribuan orang – dan seharusnya bisa dilakukan di dalam negeri, atau anggota DPR yang rebutan gaji tambahan sementara rakyat rebutan minyak tanah yang membumbung, atau rakyat sebuah kampung membakar pencuri kelas kampung sampai mati demi seekor ayam.

Mengajarkan kembali atau menanamkan rasa empati ke dalam jiwa, memerlukan contoh, sosialisasi dan untuk memantapkannya perlu penegakkan hukum dengan adil lagi bijaksana. Aku dengan tangan terbuka akan mengganti kendaraan yang didanai dengan uang rakyat hanya cukup untuk pantas sebagai kendaraan dari seorang presiden dari negara yang bangkrut – Lancer tahun 2000 lebih “bernilai” di hati rakyat dibanding Camry baru buat menteri tanpa rasa empati atau Mercy sang Gubernur. Yang intinya menaikkan harkat diri bangsa dengan meningkatkan keserderhanaan hidup sebagai negara miskin adalah sangat mulia di mata hati sang rakyat ataupun bangsa lain dibanding bermewah-mewah diantara kemiskinan itu sendiri.

Disamping suri tauladan, yang merupakan cara untuk meningkatkan semangat buat good guys untuk tetap bertindak sewajarnya, penegakkan hukum yang adil dan tegas harus diperlukan untuk sang bad guy. Menyadari Indonesia memerlukan uang para koruptor untuk segera dikembalikan kepada rakyat yang berhak, hukum dan memenjarakan sang bad guy tidaklah cukup untuk bangsa ini. Sebagai Presiden, amnesti akan diberikan selama tiga bulan kedepan bagi para koruptor yang bersedia mengembalikan harta hasil korupsi dengan konsekuensi akan diberlakukan hukuman mati bila terbukti setelah masa amnesti, bersangkutan tersangkut penggelapan/korupsi yang dilakukan sendiri/bersama-sama dengan kerugian negara melebihi satu milyar. Pembuktian dapat dilakukan dengan bukti penggelapan atau bersangkutan tidak dapat membuktikan asal harta yang dimiliki (untuk pejabat pemerintahan). Yang mengembalikan harta hasil korupsi akan diterapkan hukuman kurungan badan saja.

I can be a soft for the good and be a cruel for the bad. Indonesia dengan ratusan juta penduduk, sesungguhnya hanya sebagian yang memang berniat jahat, sebagian besar lagi melakukan kejahatan setelah melihat kesempatan dan sisanya hanya berdiam melihat kejahatan itu berlangsung (apakah memiliki kuasa atau hanya sekedar rakyat jelata). Puluhan atau ratusan jiwa koruptor – jika untuk “tumbal” demi kebaikan ratusan juta yang lain – Why not?!