{nirwana}
tulisan ini ditulis mengingat kasus ahmadiya yang menghangat dan bertepatan kematian 100tahun yang lalu al kadzib mirza di akhir bulan mei ini
ahmadiyya ... sebuah kata yang cukup ngetop saat ini. dan beberapa "pahlawan" hak asasi manusia pun bersuara lantang tentang sebuah kebebasan beragama dan menganggap Islam agama yang agung menentang kebebasan beragama tersebut. sungguh disayangkan "pahlawan" kesiangan itu tidak melihat sejarah berdirinya negara yang kita cintai ini, bagaimana muslim saat itu lebih mencintai negara ini daripada menjadikan negara ini sebagai negara agama dengan menghapus sebagian kata-kata di Piagam Jakarta dan menegaskan dalam undang undang dasarnya.
sesungguhnya, Islam sejak jaman Rasul yang agung, Muhammad saw dan sampai akhir jaman akan memiliki prinsip toleransi tinggi dalam beragama dengan dasar "untukmu agamamu dan untukku agamaku". sehingga agama lain dipersilahkan untuk berdiri bersama dengan dinullah ini, selama agama atau pengikut itu tidak mengganggu keberadaan Islam. ahmadiyya yang memiliki nabi sendiri setelah Sang Rasul, sesungguhnya sudah keluar dari keyakinan Islam sebagaimana keputusan Rabithah Al Islami, tahun 70an di Mekah dan keyakinanku pula. hal yang mengusik ketika mereka masih mengaku Islam, masih menggunakan masjid.
Islam adalah sudah sempurna sebagaimana janji Allah ketika Rasulallah menunaik Haji Wada "... telah Aku sempurnakan agamamu untukmu". sehingga ketika ahmadiyya mengaku mirza nabi dan masih Islam, suatu hal yang tidak dapat dilakukan kecuali menanggalkan salah satu pengakuan itu. dalam keyakinan atau keimanan, seharusnya kita tidak boleh main-main, kaum ahmadiyya seharusnya mempelajari siapa mirza sebelum mengagungkannya sebagai seorang nabi.
Pemerintah Indonesia, walaupun sudah telat 40tahun untuk memutuskan hal ini, sangat bijaksana untuk menyatakan kesesatan mirza dengan ahmadiyya. kita sebagai muslim sudah cukup sabar dalam kasus ini, tetapi dengan sedikit kesabaran kita seharusnya menunggu keputusan skb dan menggunakan hukum sebagai alat untuk memberangus organisasi ahmadiyya di indonesia untuk selamanya. sedangkan pengikut ahmadiyya dipersilahkan untuk memeluk agama yang berlaku, apakah kembali ke Islam atau agama yang lain.
tentang kejadian di bogor atau sukabumi, merupakan harga yang harus dibayar oleh pemerintah indonesia atas kelambanannya, pengikut ahmadiyya yang mengusik Islam dan muslim Indonesia. Rasulallah dengan Piagam Madinahnya mengakui agama-agama yang lain untuk hidup berdampingan, tetapi akan menumpas ajaran-ajaran sesat sebagaimana Abu Bakar ra menumpas al kadzib musalamah di yaman. mirza sesungguhnya termasuk al kadzib sebagaimana al moshadeq, yang mengaku rasul tanpa dasar dengan tetap mengikat kepada keyakinan Islam.
kepada teman-temanku yang meyakini mirza, coba sekali lagi renungkan keyakinan anda. hidup kita hanya berhitung tahun sedangkan kehidupan berikut adalah kekal adanya.
tulisan ini ditulis mengingat kasus ahmadiya yang menghangat dan bertepatan kematian 100tahun yang lalu al kadzib mirza di akhir bulan mei ini
ahmadiyya ... sebuah kata yang cukup ngetop saat ini. dan beberapa "pahlawan" hak asasi manusia pun bersuara lantang tentang sebuah kebebasan beragama dan menganggap Islam agama yang agung menentang kebebasan beragama tersebut. sungguh disayangkan "pahlawan" kesiangan itu tidak melihat sejarah berdirinya negara yang kita cintai ini, bagaimana muslim saat itu lebih mencintai negara ini daripada menjadikan negara ini sebagai negara agama dengan menghapus sebagian kata-kata di Piagam Jakarta dan menegaskan dalam undang undang dasarnya.
sesungguhnya, Islam sejak jaman Rasul yang agung, Muhammad saw dan sampai akhir jaman akan memiliki prinsip toleransi tinggi dalam beragama dengan dasar "untukmu agamamu dan untukku agamaku". sehingga agama lain dipersilahkan untuk berdiri bersama dengan dinullah ini, selama agama atau pengikut itu tidak mengganggu keberadaan Islam. ahmadiyya yang memiliki nabi sendiri setelah Sang Rasul, sesungguhnya sudah keluar dari keyakinan Islam sebagaimana keputusan Rabithah Al Islami, tahun 70an di Mekah dan keyakinanku pula. hal yang mengusik ketika mereka masih mengaku Islam, masih menggunakan masjid.
Islam adalah sudah sempurna sebagaimana janji Allah ketika Rasulallah menunaik Haji Wada "... telah Aku sempurnakan agamamu untukmu". sehingga ketika ahmadiyya mengaku mirza nabi dan masih Islam, suatu hal yang tidak dapat dilakukan kecuali menanggalkan salah satu pengakuan itu. dalam keyakinan atau keimanan, seharusnya kita tidak boleh main-main, kaum ahmadiyya seharusnya mempelajari siapa mirza sebelum mengagungkannya sebagai seorang nabi.
Pemerintah Indonesia, walaupun sudah telat 40tahun untuk memutuskan hal ini, sangat bijaksana untuk menyatakan kesesatan mirza dengan ahmadiyya. kita sebagai muslim sudah cukup sabar dalam kasus ini, tetapi dengan sedikit kesabaran kita seharusnya menunggu keputusan skb dan menggunakan hukum sebagai alat untuk memberangus organisasi ahmadiyya di indonesia untuk selamanya. sedangkan pengikut ahmadiyya dipersilahkan untuk memeluk agama yang berlaku, apakah kembali ke Islam atau agama yang lain.
tentang kejadian di bogor atau sukabumi, merupakan harga yang harus dibayar oleh pemerintah indonesia atas kelambanannya, pengikut ahmadiyya yang mengusik Islam dan muslim Indonesia. Rasulallah dengan Piagam Madinahnya mengakui agama-agama yang lain untuk hidup berdampingan, tetapi akan menumpas ajaran-ajaran sesat sebagaimana Abu Bakar ra menumpas al kadzib musalamah di yaman. mirza sesungguhnya termasuk al kadzib sebagaimana al moshadeq, yang mengaku rasul tanpa dasar dengan tetap mengikat kepada keyakinan Islam.
kepada teman-temanku yang meyakini mirza, coba sekali lagi renungkan keyakinan anda. hidup kita hanya berhitung tahun sedangkan kehidupan berikut adalah kekal adanya.